RSS

Kasus SPM


ANALISIS MANAJEMEN LABA
PADA LAPORAN KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH
DI INDONESIA
Chika Amalia
Jurusan Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Dosen Pembimbing : Suryo Budi Santoso , S.E., M.SA., Ph.D.

ABSTRAK
Manajemen laba merupakan kebijakan yang dilakukan perusahaan bertujuan agar laba pada setiap periodenya selalu baik. Hal ini terjadi pada perusahaan yang menggunakan konsep laba sebagai selisih pendapatan-beban tergantung pada motivasi yang melandasainya, juga pada bank syariah sebagai lembaga keuangan yang berlandaskan prinsip Islam. tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa indikasi dari manajemen laba pada laporan keuangan Bank Syariah di Indonesia. Beberapa konsep yang mendasari perilaku manajer dalam manajemen laba yaitu teori agensi dan teori sinyal serta konsep manajemen laba itu sendiri. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa total akrual lebih banyak menunjukan angka positif untuk setiap periodenya dibandingkan dengan total akrual negatif. Maka hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat manajemen laba pada Perbankan Syariah di Indonesia.
Kata kunci: manajemen laba, bank syariah
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kemunculan bank-bank dan lembaga keuangan Islam sebagai organisasi yang relatif baru menimbulkan tantangan besar. Para pakar syariah Islam harus mencari dasar bagi penerap- an dan pengembangan standar akuntansi keuangan yang berbeda dengan standar akuntansi keuangan bank dan lembaga keuangan konvensional seperti telah dikenal selama ini.
Salah satu komponen dalam laporan keuangan adalah laporan laba rugi. Dalam akuntansi syariah, perhitungan laba rugi (statement of income) adalah laporan yang mengukur keberhasilan operasi perusahaan untuk suatu periode tertentu. Suatu laporan keuangan memiliki landasan konseptual yang mendasarinya. Perhitungan laba rugi merupakan laporan yang digunakan untuk menilai dan mengukur laba.
Pelaporan keuangan dan sistem akuntansi dalam Islam didesain sesuai dengan sistem ekonomi bisnis Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan sunnah (hadits). Allah berfirman dalam Al Qur’an, “padahal mereka tidak disuruh kecuali untuk menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS Al Bayyinah: 5); “Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu...” (QS Al An’am: 165).
Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa tujuan hidup manusia dalam seluruh aktivitasnya adalah beribadah kepada Allah SWT. Hal ini mencakup aktivitas ekonomi dan didalamnya adalah manajemen keuangan syariah. Berdasarkan ayat-ayat tersebut, maka tujuan manajemen keuangan syariah adalah pertanggungjawaban (accountability), baik pertanggungjawaban terhadap Allah, pihak-pihak yang berhak atas perusahaan, maupun alam. Pihak-pihak yang berhak atas perusahaan adalah pengguna laporan keuangan diantaranya adalah pemilik dana, pihak-pihak yang memanfaatkan dan menerima penyaluran dana, pembayar zakat, pemegang saham, otoritas pengawasan, Bank Indonesia, Pemerintah, lembaga penjamin simpanan dan masyarakat. Akuntabilitas bukan hanya suatu kewajiban untuk melaporkan pelaksanaan aktivitas dan transaksi ekonomi, namun kewajiban untuk melaksanakan atau untuk tidak melaksanakan aktivitas dan transaksi yang tidak sesuai dengan syariah (Kusumawati, 2005)
Dalam praktiknya pemilik perusahaan dibantu oleh pengelola perusahaan yaitu manajer. Dengan kewenangan mengelola dana pemilik dan pengambilan keputusan perusahaan lainnya memungkinkan munculnya konflik kepentingan antara stakeholder sebagai pemilik dan manajer sebagai pengendali perusahaan. Dari konflik kepentingan (conflict of interest) inilah timbul sebuah teori yang mengemukakan asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri. Teori ini kemudian dikenal dengan agency theory (Anthony dan Govindarajan, 1995 dalam Indah, 2006).
Menurut Archer dan Karim (1997) agency theory sangat relevan bagi perbankan syariah (Pramono, 2006). Hal ini terkait dengan permasalahan tingkat akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana nasabah/Investment Account Holder (IAH) dan pemilik perusahaan. Pertama, dari sisi “liabilities” karena perbankan syariah harus mempertanggungjawabkan berbagai kategori jenis dana investor yang dilakukan melalui sejumlah kontrak/akad investasi yang spesifik dalam perbankan Islam. Kedua, dari sisi “assets” financing (pembiayaan) berbasis bagi hasil yang dilakukan oleh perbankan syariah menuntut adanya “monitoring” proses yang efektif untuk memberikan keyakinan bahwa proyek yang didanai telah mendapat pengawasan dan pelaporan yang memadai untuk mencegah moral hazard dan mismanagement seperti melakukan rekayasa keuntungan.
Berdasarkan perbedaan kepentingan antara agent dan principal inilah maka muncul suatu praktik manajemen laba (Anthony & Govindarajan, 1995). Meskipun secara teoritis perbankan syariah beroperasi dengan system bagi hasil, dalam praktiknya terdapat kemungkinan bank syariah melakukan kebijakan manajemen laba. Salah satu kebijakan manajemen laba yang dilakukan adalah smoothening of profit and lost sharing deposit returns yaitu dengan cara memberikan insentif berupa return kepada IAH (Investment Account Holder) yang menyamai market rate sebagai benchmarknya. Selain itu, kebijakan ini juga sering dilakukan dengan cara manajemen bank membentuk dana cadangan yang diambil dari porsi alokasi IAH dari periode akuntansi terdahulu. Sehingga, situasi ini akan berpotensi meningkatkan potensi asymmetric information bagi stakeholder perbankan syariah.
Meskipun secara teoritis perbankan syariah beroperasi dengan sistem bagi hasil, dalam praktiknya terdapat kemungkinan bank syariah melakukan kebijakan manajemen laba (Pramono, 2006). Hal ini terkait dengan permasalahan tingkat akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana nasabah/Investment Account Holder (IAH) dan pemilik perusahaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dilihat bahwa praktik manajemen laba itu sangat mungkin dilakukan oleh manajer sebagai pengelola bahkan pada perbankan syariah yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat manajemen laba pada laporan keuangan perbankan syariah?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa : Adanya manajemen laba pada laporan keuangan perbankan syariah.

PEMBAHASAN
Manajemen Laba dalam Penelitian Bank Syariah
Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan bank adalah “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannyakepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Perbankan membantu memperlancar perekonomian diantaranya yaitu memperlancar aliran dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana.
Secara umum jika dilihat dari cara menentukan harga, bank terbagi menjadi dua macam, yaitu bank yang berdasarkan prinsip konvensional dan bank yang berdasarkan prinsip syariah. Bank syariah adalah bank dalam aktivitasnya, baik menghimpun dana maupun dalam rangkapenyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil. (Sholahudin M., 2006)
Alasan berdirinya bank syariah adalah adanya unsur riba di dalam bank konvensional yaitu unsur bunga dalam pengoperasian usahanya. Padahal dalam Al Qur’an dan sunnah sudah dengan jelas melarang keras adanya bunga karena kezalimannya (Q.S. Al Baqoroh: 283), dan juga banyaknya pendapat . Perbedaan utama bank konvensional dan bank syariah disajikan dalam tabel berikut:

No.
Bank Syariah
Bank Konvensional
1. 
Melakukan investasi yang halal
Melakukan investasi yang halal dan haram
2.
Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa
Memakai perangkat bunga
3.
Profit dan falah oriented
Profit Oriented
4.
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitur dan kreditur
5.
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
Tidak terdapat dewan sejenis

Sumber: Buku ajar Ekonomi Islam (Sholahudin, M., 2006) hal. 88
Menurut pendapat (Suryo Budi Santoso, 2015) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa perbankan syariah memiliki keunggulan secara intrinsik yakni seperti sistem pembagian untung dan rugi (PLS) dalam operasi perbankan. Sistem PLS lebih aman dan stabil terhadap fluktuasi tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang asing. Terlepas dari beberapa reformasi setelah krisis keuangan, Indonesia yang mengadopsi sistem perbankan campuran masih memiliki potensi kerentanan dalam sistem keuangan. Hal ini disebabkan fakta bahwa 95 persen aset perbankan menggunakan sistem perbankan konvensional.
Bank Syariah diasumsikan pada dasar yang kuat dari nilai-nilai moral dan etika, meskipun bank konvensional tidak dapat sepenuhnya mengabaikan moralitas dan etika dan, Kinerja bank-bank Islam lebih stabil daripada bank konvensional selama krisis keuangan yang parah, dikarena prinsip-prinsip fundamental yang bijaksana dan konservatif. Namun, bank-bank Islam tidak dapat melarikan diri dari krisis yang berasal dari keuangan konvensional. Mengingat kesenjangan skala yang luas dan keterkaitan yang erat antara bank-bank Islam dan konvensional (Suryo Budi Santoso, 2014)
Terdapat beberapa penelitian tentang manajemen laba yang telah dilakukan. Pertama, penelitian tentang analisis manajemen laba yang bertujuan untuk menguji dan menganalisis manajemen laba terhadap perbankan Syariah. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif .Penelitian ini dilakukan berdasarkan situs-situs atau web dari setiap bank yang termasuk Bank Umum Syariah yang terdapat di Indonesia. Peneliti memilih situs atau web tersebut langsung dari bank tersebut karena dianggap memiliki data yang lengkap dan telah terorganisasi dengan baik.
Agency Theory
Teori keagenan (agency theory) dapat menjelaskan bagaimana timbulnya manajemen laba. Teori keagenan (agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Perspektif teori keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami isu manajemen laba (earnings management). Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract” (Herawaty, 2008).
Jensen & Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Menurut Meisser, et al., (2006) hubungan keagenan mengakibatkan dua permasalahan yaitu: (a) terjadinya informasi asimetris (information asymmetry), sehingga manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik, (b) terjadinya konflik kepentingan (conflict ofinterest) akibat ketidaksamaan tujuan, sehingga manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik.
Menurut Eisenhardt (1989), teori keagenan didasari oleh tiga asumsi sebagai berikut.
1) Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menjelaskan bahwa manusia memiliki sifat untuk mengutamakan dirinya sendiri (self interest), tidak menyukai risiko (risk aversion), dan memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality).
2) Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian merupakan adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya informasi asimetris antara agen dan prinsipal.
3) Asumsi tentang informasi
Asumsi tentang informasi yaitu informasi dipandang sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan. Masalah yang kemudian timbul dalam teori keagenan/ agensi adalah ketidaklengkapan informasi yaitu ketika tidak semua keadaan diketahui oleh kedua belah pihak, hal inilah yang disebut dengan asimetri informasi (asymmetry information). Terdapat dua tipe asimetri informasi, yaitu sebagai berikut :
a) Adverse Selection
Adverse selection adalah tipe informasi asimetri di mana satu orang atau lebih pelaku transaksi bisnis atau transaksi usaha yang potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain. Adverse selection ini dapat terjadi karena beberapa orang seperti manajer dan para pihak internal perusahaan lainnya lebih mengetahui kondisi saat ini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor.
b) Moral Hazard
Moral hazard adalah suatu tipe asimetri informasi ketika satu orang atau lebih pelaku bisnis atau transaksi potensial yang dapat mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain. Moral hazard ini dapat terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian sehingga principal tidak dapat mengamati seluruh aksi manajer yang mungkin berbeda dengan apa yang diinginkan principal.
Manajemen Laba (Earning Management)
Menurut Siregar, dkk (2005) dalam Subani (2009:10-11) terdapat empat bentuk dari manajemen laba, yaitu: 1. Tindakan Kepalang Basah (taking a big bath), dilakukan ketika keadaan buruk yang tidak menguntungkan tidak bisa dihindari pada periode berjalan, dengan cara mengakui biaya-biaya pada periode-periode yang akan datang dan kerugian pada periode berjalan. 2. Meminimumkan laba (income minimation), dilakukan saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebasan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan yang cepat dan sebagainya. 3. Memaksimumkan laba (income maximization) yaitu memaksimalkan laba agar memperoleh bonus yang lebih besar. Demikian pula dengan perusahaan yang mendekati suatu pelanggaran kontrak utang jangka pendek, manajer perusahaan tersebut akan cenderung untuk memaksimalkan laba. 4. Perataan laba (income smoothing) merupakan bentuk manajemen laba yang dilakukan dengan cara menaikkan dan menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan sehingga perusahaan terlihat stabil dan tidak beresiko tinggi.
Beberapa pendapat mengenai definisi manajemen laba diungkapkan berikut ini. Menurut Setiawati dan Na’im (2002) dalam Arfani dan Sasongko (2005) manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka tanpa rekayasa.
Schipper (1989:92) dalam Arfani dan Sasongko (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi.
Fischer dan Rosenzweig (1995) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang menaikkan (menurunkan) laba periode berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggung jawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan (penurunan) profitabilitas ekonomi unit tersebut dalam jangka panjang.
Sedangkan menurut Healy and Wahlen (1999) dalam Arfani dan Sasongko (2005), manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi besaran laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Dari definisi Healy dan Wahlen (1999) di atas mengandung tiga aspek penting. (a) ada banyak alasan atau justifikasi yang dapat diajukan oleh manajer untuk mempengaruhi laporan keuangan perusahaan. Misalnya, manajer dapat menggunakan berbagai justifikasi untuk mengestimasi berbagai kejadian ekonomi masa depan misalnya umur mesin, nilai sisa, asset jangka panjang, penundaan pajak atau kerugian sebagai akibat dari adanya bad debts, manajer juga dituntut untuk memilih beberapa metode penyusutan dan juga penggunaan sistem pencatatan persediaan yang diperkenankan, (b) mengandung makna bahwa manajemen laba digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak sebenarnya kepada pemegang saham atau setidaknya beberapa tingkatan pemegang saham tentang kinerja ekonomi perusahaan sebenarnya. Hal ini terjadi ketika manajer percaya bahwa pemegang saham tidak memiliki kemampuan untuk mengungkap atau sebagian tidak peduli dengan praktek manajemen laba, (c) justifikasi yang dilakukan oleh manajer untuk menggunakan manajemen laba tidak saja ber- implikasi pada manfaat tetapi juga pada biaya. Artinya manajemen laba memiliki dua implikasi langsung yaitu manfaat dan biaya. Biaya yang memungkinkan terkait dengan manajemen laba adalah adanya potensi kesalahan alokasi atas sumber-sumber yang muncul dari manajemen laba. Sementara manfaat yang mungkin diperoleh adalah potensi peningkatan dalam kemampuan manajemen dalam menyiratkan informasi penting kepada pihak luar yang akhirnya dapat meningkatkan keputusan alokasi sumber-sumber yang ada.
Faktor-faktor Penyebab Munculnya Manajemen Laba :
1) Manajemen Akrual (Accruals Management)
Faktor ini biasanya berkaitan dengan segala aktivitas yang dapat memengaruhi aliran kas dan juga keuntungan yang secara pribadi merupakan wewenang dari para manajer (managers discretion).
2) Penerapan Suatu Kebijaksanaan Akuntansi yang Wajib
Faktor ini berkaitan dengan keputusan manajer untuk menerapkan suatu kebijaksanaan akuntansi yang wajib diterapkan oleh perusahaan yaitu antara menerapkannya lebih awal dari waktu yang ditetapkan atau menundanya sampai saat berlakunya kebijaksanaan tersebut.
3) Perubahan Aktiva Secara Sukarela
Faktor ini biasanya berkaitan dengan upaya manajer untuk mengganti atau mengubah suatu metode akuntansi tertentu di antara sekian banyak metode yang dapat dipilih yang tersedia dan diakui oleh badan akuntansi yang ada (Generally Accepted Accounting Principles).
Pola Manajemen Laba
1) Taking a Bath
Pada pola ini, manajemen harus menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya yang akan datang pada laporan saat ini. Selain itu ia juga harus melakukan clear the desk atau menyembunyikan bukti yang ada, sehingga laba yang dilaporkan di periode yang akan datang meningkat.
2) Income Minimization
Pola ini dilakukan pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi. Gunanya agar tidak mendapat perhatian secara politis. Tindakan yang dilakukan berupa penghapusan pada barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan, serta pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan.
3) Income Maximization
Tindakan ini dilakukan pada saat laba menurun. Selain untuk mendapatkan bonus yang lebih besar, cara ini juga bisa melindungi perusahaan saat melakukan pelanggaran perjanjian utang. Tindakan yang dilakukan manajemen adalah dengan memanipulasi data akuntansi dalam laporan.
4) Income Smoothing
Bentuk ini mungkin yang paling menarik. Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil
5) Timing Revenue dan Expenses Recognation
Teknik ini dilakukan dengan membuat kebijakan yang berkaitan dengan timing suatu transaksi, contohnya: pengakuan premature atas pendapatan.
Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan statemen keuangan menggunakan dasar akrual. Dengan menggunakan dasar akrual, transaksi atau peristiwa lain diakui pada saat transaksi atau peristiwa lain tersebut terjadi bukan pada saat kasatau setara kas diterima atau dikeluarkan. Sebagai konsekuensi penggunaan dasar akrual ini, dalam statemen keuangan laba dalam suatu periode dapat mengandung unsur kas dan akrual (non-kas). Unsur akrual dapat terjadi berdasarkan kebijakan manajemen (discretionary accruals) atau non-kebijakan manajemen (nondiscretionary accruals) .Peningkatan penjualan secara kredit seiring dengan pertumbuhan perusahaan (tanpa perubahan kebijakan) dapat merupakan contoh nondiscretionary accruals,sedangkan perubahan biaya kerugian piutang yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansiyang dilakukan oleh manajemen dalam penentuan biaya kerugian piutang dapat dijadikan contoh discretionary accruals Dasar akrual ini mempunyai implikasi bahwa laba akuntansi antara lain ditentukan oleh besaran akrual baik yang discretionary maupun nondiscretionary. Penentuan discretionary accruals dengan maksud untuk menaikkan atau menurunkan laba merupakan tindakan manajemen laba (earnings management ). Hasil penelitian Yoon et al. (2006) menunjukkan bahwa dalammelakukan manajemen laba, perusahaan yang menaikkan laba cenderung menggunakanuntung dari penghentian aset, sedangkan perusahaan yang menurunkan laba cenderungmenggunakan biaya kerugian piutang dan rugi penghentian aset. Manajemen laba dilakukan dengan tujuan tertentu. Misalnya, manajemen laba dilakukan (dengan menggunakan akrual yang menaikkan laba) untuk tujuan mendapatkan harga saham yang relatif tinggi pada waktu penerbitan saham. Hasil penelitian Gumanti (2001) menunjukkan bahwa terdapat manajemen laba dalam statemen keuangan perusahaan sebelum go public dengan mengunakan akrual yangmenaikkan laba. Di samping itu, Marquardt dan Wiedman (2004) menemukan bahwa discretionary accruals adalah positif dalam tahun dilakukan secondary offerings dan manajemen menjual saham mereka. Discretionary accruals positif tersebut lebih besar dibandingkan dengan discretionary accruals untuk kelompok sampel perusahaan yang melakukan secondary offerings tetapi manajemen tidak menjual saham mereka.Manajemen laba dapat juga dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan terkait dengan kepemilikan saham manajemen. Hal ini dapat dilakukan, misalnya,dalam rangka program opsi saham karyawan. Dalam program ini, harga pengambilan opsi biasanya ditentukan pada saat penawaran program. Hal ini mendorong manajemen untuk melakukan manajemen laba sebelum tanggal hibah opsi yaitu menurunkan laba agar supaya mempengaruhi harga saham dan dengan demikian manajemen dapat menerima opsi pada waktu harga saham relatif rendah. Bukti empiris mendukung bahwa terdapat pengaruh proporsi opsi saham pada manajemen laba menurun sebelum tanggal hibah opsi (Asyik, 2005). Selanjutnya, Cheng dan Warfield (2005) juga menemukan tindakan manajemen laba pada perusahaan dengan insentif ekuitas tinggi (high equity incentives) dan menemukan bahwa manajemen dengan insentif ekuitas tinggi cenderung menjual saham pada tahun berikutnya. Hasil studi ini konsisten dengan temuan Beneish dan Vargus(2002) yang menunjukkan bahwa persistensi income-increasing accrual lebih rendah jika diikuti oleh abnormal insider selling dan lebih tinggi jika diikuti oleh abnormal insider buying. Persistensi income-increasing accrual lebih rendah jika diikuti oleh abnormal insider selling ini merupakan indikasi dilakukannya manajemen labaoportunistik untuk mendapatkan keuntungan dari pembelian atau penjualan saham.
  Manajemen laba juga dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu menurut Scott (1997) dalam Indah (2005) antara lain:
1) Rencana Bonus (bonus scheme)
Manajer perusahaan yang ingin mendapatkan bonus akan menghindari metode akuntansi yang melaporkan net income rendah. Manajer menggunakan laba akuntansi untuk menentukan besarnya bonus, cenderung akan memilih kebijakan akuntansi yang dapat memaksimumkan laba. Dalam rencana bonus, ada istilah bogey dan cap.
Pengertian bogey adalah tingkat laba minimun untuk memperoleh bonus. Sedangkan pengertian cap adalah tingkat laba maksimum untuk mendapatkan bonus.
Jika laba di posisi atas cap, ada tidaknya bonus tergantung pada kontrak yang dilakukan antara pihak manajer dan pemegang saham. Manajemen laba bisa dilakukan dengan cara menggeser laba ke periode berikutnya.
Jika laba berada di bawah bogey maka manajer akan mengurangi laba bersih. Dengan demikian kemungkinan untuk mendapat bonus di periode berikutnya akan meningkatkan.
2) Kontrak utang jangka panjang (Debt Covenant)
Pengertian hutang jangka panjang adalah perjanjuan untuk melindungi pemberi pinajaman dari tindakan manajer terhadap kepentingan kreditur, misalnya dividen, pinjaman tambahan atau memberikan modal kerja dan kekayaan pemilik berada dibawah tingkat yang telah ditentukan.
3) Motivasi Politis (Political Motivation)
Aspek politis pada perusahaan bisa saja terjadi, misalnya perusahaan yang berkecimpung di bidang penyediaan fasilitas bagi kepentingan publik, seperti telekomunikasi, air, listrik dan infrastruktur, secara politis akan mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah.
Perusahaan di bidang ini cenderung akan menurunkan laba untuk mengurangi visibilitasnya, supaya mendapat kemudahan dan fasilitas dari pemerintah seperti subsidi.
4) Motivasi Perpajakan (Taxation Motivation)
Motivasi perpajakan adalah motivasi yang dilakukan perusahaan untuk mengurangi laba bersih yang dilaporkan. Dengan jumlah laba yang sedikit, maka akan meminimalkan besarnya pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Misalnya dengan merubah metode pencatatan persediaan menjadi LIFO supaya laba bersih yang dihasilkan rendah.
5) Pergantian Direksi
Bagi direksi yang mendekati masa akhir penugasan/pensiun akan berusaha memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonus. Sebaliknya, direksi yang kurang berhasil memperbaiki kinerja perusahaan akan memaksimalkan laba untuk membatalkan atau mencegah pemecatannya.
6) Penawaran Perdana (Initial Public Offering)
Ketika suatu perusahaan dinyatakan go public, informasi keuangan yang ada di dalam persuahaan merupakan sumber informasi penting. Informasi ini dapat digunakan untuk menilai perusahaan oleh calon investor. Untuk mempengaruhi calon investor, manajer akan berusaha menaikkan laba yang dilaporkan.

KESIMPULAN
Manajemen laba (earnings management) sebagai serangkaian langkah yang dilakukan manajer untuk meningkatkan atau menurunkan jumlah laba yang dilaporkan dalam tahun berjalan yang merupakan tanggung jawabnya tanpa menyebabkan penurunan atau peningkatan keuntungan yang dicapai suatu badan usaha dalam jangka panjang.
Manajemen laba dapat dilakukan karena mereka memiliki kontrol yang baik terhadap operasi perusahaan. Motivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba tidak akan terlepas dari pertimbangan oportunistik (kepentingan pribadi) dan kontrak efisien (kepentingan bersama). Beberapa pola earnings management adalah (1) taking a bath, (2) income minimation, (3) income maximation, (4) income smoothing.
Dalam penelitian tentang manajemen laba di bank syariah menunjukkan bahwa bank syariah melakukan manajemen laba dalam laporan keuangan. Bank syariah melakukan manajemen laba dengan cara menurunkan laba. Meminimumkan laba (income minimation), dilakukan saat perusahaan memperoleh profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapat perhatian secara politis. Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebasan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan yang cepat dan sebagainya.

SARAN
Perbankan syariah sebaiknya tidak melakukan praktik manajemen laba karena mengakibatkan informasi yang disampaikan menjadi tidak akurat dan tidak menggambarkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah. Untuk menghindari adanya praktik manajemen laba salah satunya adalah dengan membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang kompeten. Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa semakin kompeten dewan semakin berkurang kecurangan

DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert N., and Vijay Govindarajan. 2000. Management Control System. McGraw-Hill Companies, Inc : Newyork
Eisenhardt, K. M. 1989. “Agency Theory: An Assesment and Review.” Academy of Management  Review, 14 (1), 57-74.
Faradila, A & Cahyati, A.D. 2013. “Analisis Manajemen Laba pada Perbankan Syariah.” Jurnal Riset
Akuntansi, 4 (1), 57-74.
Fatmawati, Dewi dkk. 2013. Pengaruh Diversifikasi Geografis, Diversifikasi Industri, Konsentrasi Kepemilikan Perusahaan, Dan Masa Perikatan Audit Terhadap Manajemen Laba. Universitas Diponegoro Semarang
Hansen & Mowen, 2000. Manajemen Akuntansi. Erlangga : Jakarta
Healy. P.M and J.M. Wahlen. 1998. “A Review of The Earnings Management Literature and Its Implications For Standard Setting”. Working Paper.
Kieso, E. D., Weygandt, J. J. & Warfield, T. D. 2008. Akuntansi Intermediate (Edisi 12). Jakarta:  Erlangga.
Latumaerissa, J. R. 2011. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
Muhammad, 2005, Pengantar Akuntansi Syariah, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta.
Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta.
Muhammad Sholahudin, 2006, Buku Ajar Ekonomi Islam, UKM KEI FE UNS & Pusat Studi  Ekonomi Islam UMS, Surakarta.
Padmantyo, Sri. 2010. Analisis Manajemen Laba Pada Laporan Keuangan Perbankan Syariah (Studi Pada Bank Syariah Mandiri Dan Bank Muamalat Indonesia). Universitas Muhammadiyah Surakarta
Santoso, A. L., Murni, S., & Nugrahaningsih, P. 2014. Islamic Ethics and Earning Quality. Research
Paper. Universitas Sebelas Maret.
Santoso, B., Totok., & Triandaru, S. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
Santoso, Suryo Budi, 2014. “An Overview of Current Banking System in Indonesia : Comparison Between Conventional and Islamic Banks
Santoso, Suryo Budi, 2015. “A Design of Organized and Continuous [OC] Islamic Bank Socialization Program to Confirm the Social Significance of Islamic Banks in Indonesia
Schipper, K. 1989. “Commentary on Earning Management.” Journal of Accounting Horizons, 3(4), 91-102.
Scott, W. R. 2000. Financial Accounting Theory. Second  Edition. Scarborough, Ontario: Prentice Hall Canada Inc.
Sigit Pramono, 2006, Permasalahan Agency Theory dan GCG pada Perbankan Syariah, Media Akuntansi, Edisi 52 Januari 2006.
Sudarsono, Heri. 2012 “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi Dan Ilustrasi”. Edisi Ketiga.  Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Sugiri, S. 2009. Earning Management: Teori Model dan Bukti Empiris. Jakarta: Telaah.
Umam, Khaerul. 2013. Manajemen Perbankan Syariah. Bandung: Pustaka Setia.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kasus SPM